Just a Classmate
Pagi yang cerah. Dimana aku harus sampai ke sekolah tepat pukul enam lebih tiga puluh menit. Aku berangkat ke sekolah diantar ayahku sampai jalan raya, dilanjutkan menaiki angkot. Sesampai di sekolah, aku bergegas meletakkan tas di kelasku tepatnya kelas VIII B, kemudian aku menuju mushola atas untuk melakukan pembiasaan BTA pagi.
Setelah bel masuk berbunyi, aku dengan teman-teman sekelasku menuruni tangga untuk kembali ke kelas. Tiba tiba temanku Anna mengeluh...
“ Huuhhh...! aku banyak haters-nya.”
“ Ha? Haters? Kamu punya haters? Gak mungkin Na.” Sahutku.
“ Lho iya aku punya haters. Banyak.” Jawab Anna.
“ Yakin? Terus siapa yang benci sama kamu?” Tanyaku.
“ Ya ada pokoknya itu.” Jawab Anna.
“ Ah kamu tu.” Eluhku.
“ Iya lah iya nanti aku ceritain.” Jawab Anna.
Sesampai di kelas, aku dan Anna duduk di bangku kami masing-masing untuk segera melaksanakan kegiatan literasi. Lima belas menit kemudian bel tanda kegiatan literasi selesai, berbunyi. Selanjutnya jam pembelajaran dimulai.
Kringgg... kringgg... kringgg...
Bel istirahat pun berbunyi. Aku berjalan menghampiri Anna, Rahma, Tania, Filsa, dan Enni.
“ Eh Na, tadi katanya kamu mau nyeritain soal haters-mu itu ?” Tanyaku kepada Anna.
“ Oh iya. Okey sini Len. Jadi gini lho, sebenarnya haters-ku tu Khilya, Raissa, Putri, sama Talia.” Jawab Anna.
“ Ha? Masak sih? Kok bisa ?” Tanyaku tidak percaya mendengar hal itu.
“ Iya Len. Kamu tau gak sih story-nya mereka di whatsapp ?” Tanyanya.
“ Enggak. Emangnya apa sih?” Jawabku bingung.
“ Ah masak kamu gak tau story mereka yang nyindir-nyindir itu lho.” Terang Anna.
“ Oh iya itu aku tau.” Jawabku.
“ Nah itu nyindir kita.” Jawab Anna dan Filsa.
“ Ha? Kok bisa ?” tanyaku bingung lagi.
“ Awalnya tu aku buat story tentang ciri-ciri penggibah itu, kayaknya mereka ngerasa kesindir, terus mereka tiba-tiba buat story kek gituan sama nyindir-nyindir kita di grup kelas.” Jelas Anna.
“ Owalah gitu. Terus sekarang kalian gimana sama mereka ?” Tanyaku.
“ Em... mereka sendiri yang mulai, ya udah kita pasrah aja soalnya bukan cuma mereka yang sakit hati, kita juga sakit hati kalau diginiin. Ini tu Cuma gara-gara salah paham.” Jawab Tania.
Aku tidak menyangka mendengar itu semua karena selama ini mereka terlihat seperti biasa tanpa ada permusuhan dan mereka menyembunyikan itu semua dariku.
Bel masuk berbunyi.
Beberapa jam kemudian setelah jam pembelajaran selesai, bel pulang berbunyi. Aku, Anna, dan Rahma meninggalkan kelas untuk segera menuju ke Superindo. Setelah keluar dari Superindo, kami memilih untuk beristirahat di taman kota terlebih dahulu sebelum kembali ke rumah kami masing-masing.
Di Taman Kota kami mengambil beberapa foto menggunakan ponsel milik Rahma. Seusai berfoto, aku meminjam handphone Rahma untuk memindahkan foto tersebut. Tanpa sengaja aku membuka aplikasi whatsapp miliknya dan melihat sebuah grup yang kurasa mengganjal. Grup tersebut tampak beranggotakan Anna, Rahma, Tania, Filsa, dan Enni. Aku langsung bertanya kepada Anna “Na ini grup apa, aku kok ga dimasukin sih!”
“ Vallen... itu grup buat mbahas masalah tentang itu lho yang tadi aku ceritain. Awalnya aku mau masukin kamu, tapi aku mikirnya kamu kan gak ikut masalah ini. Terus kamu juga mainnya merata sama semua orang di kelas, kadang kamu sama mereka, kadang sama itu, kadang sama ini, kadang sama kita. Jadi aku gak mau kamu terlibat masalah ini.” Jawab Anna. “ Oh iya Anna makasih. Aku juga gak mau terlibat masalah ini. Aku gak berpihak siapa-siapa.” Sahutku. “ Iya len.” Jawab Anna.
Waktu telah menunjukkan pukul empat sore, kami pulang ke rumah kami masing-masing.
~ ~ ~ ~
Kringgg... kringgg... kringgg...
Bel tanda masuk berbunyi di pagi yang cerah ini. Semua siswa memasuki kelas mereka masing-masing.
“ Eh, hai Ta.” Sapaku kepada Talia.
“ Hai Len.” Jawab Talia.
“ Ta, kamu tau gak kenapa Raissa sama Putri jadi agak cuek sama aku ?” Tanyaku pada Talia karena hari-hari ini aku ngerasa Raissa dan Putri sangat cuek denganku.
“ Emm... iya tau, mereka ngiranya kamu mihak sama Anna, Rahma, Tania, Filsa, dan Enni. Soalnya sekarang kamu sering main bareng mereka.” Jawab Talia.
“ Hah? Enggak aku gak mihak siapa-siapa.” Sahutku.
“ Iya makanya itu, sebenernya aku juga gak mihak siapa-siapa tapi aku dikira mihak Raissa sama Putri.” Jawab Talia.
“ Owalah yaudah Ta makasih ya.” Ucapku.
“ Iya Len sama-sama.” Jawab Talia.
Setelah selesai jam pelajaran, bel pulang berbunyi. Aku berjalan keluar sekolah untuk menunggu angkutan umum. Tiga puluh menit kemudian aku telah sampai di rumah.
~ ~ ~ ~
Seperti biasa, di pagi hari ini aku berangkat sekolah mengendarai angkot. Sesampai di kelas, aku memilih untuk duduk di bangku pojok bersebelahan dengan Talia. Sementara itu bangku di belakangku ditempati oleh Raissa dan Khilya.
Sehari penuh di sekolah aku hanya diam di bangku, karena aku sedang merasa malas untuk melakukan aktivitas seperti yang aku lakukan biasanya. Akan tetapi, entah kenapa Anna, Rahma, Filsa, dan Enni terlihat cuek kepadaku, sehingga aku merasa sakit hati karena setiap perbuatanku atau perkataanku tidak dipedulikan oleh mereka. Aku berpikir mungkin mereka seperti itu karena mereka mengira aku marah dengan mereka kemudian aku berpihak dengan Khilya, Raissa, Putri, dan Talia. Semenjak itu aku sedikit menjauh dari Anna, Rahma, Filsa, Tania, dan Enni. Namun, Tania tetap saja berusaha mendekatiku dan mencoba bercanda denganku. Hal itu membuatku senang dengannya. Dia mengerti diriku seutuhnya. Hahaha.
Kringgg... kringgg...kringgg...
Bel pulang berbunyi, aku pulang ke rumah mengendarai angkutan umum.
Setelah malam tiba. Anna mengirim sebuah pesan kepadaku.
Anna : Hai Len, kamu marah ya sama kita? Kalau kita ada salah sama kamu maafin ya. Aku minta maaf banget. Dari tadi di sekolah kamu diam terus.”
Hlah enggak kok Na, aku gak marah.: Vallen
Anna : Beneran kamu gak marah sama kita ?
Kamu tu gak tau sifatku jadi mendingan kamu gak usah terlalu dekat denganku nanti kamu malah tersakiti.: Vallen
Anna : Ih kenapa sih kamu tiba-tiba jadi kayak gini. Sebenernya apa masalahnya ?
Gak papa kok ini cuma keegoisanku saja, jadi aku juga gak mau kamu hanya menuruti keegoisanku:): Vallen
Anna : Yaudah.
Sejak itu semua, hubunganku dan mereka menjadi renggang. Kami tidak pernah bermain bersama ataupun saling berbicara. Aku mulai berpikir perkataan yang pernah Anna ucapkan di depan kelas itu memang benar. Saat itu Anna berkata bahwa dia hanya menganggap aku, Rahma, Filsa, Tania, dan Enni teman terbaik. Dia tidak mau menganggap kami sebagai sahabatnya karena ia yakin di dunia ini sangat sulit mencari sahabat sejati, apalagi yang tidak pernah menyakiti hati kita sendiri meskipun itu hanya sekecil butir nasi, dan sebuah persahabatan pasti akan berakhir sebuah permusuhan. Selain itu, dikarenakan dulu dia pernah memiliki dua sahabat yang bernama Marsha dan Kasya. Dimana terjadi sebuah masalah kecil yang membuat mereka bermusuhan dan Kasya sahabatnya sendiri menjauhinya serta memusuhinya.
~ ~ ~ ~
Hari berganti hari. Hingga dua minggu kemudian, tiba-tiba Anna, Rahma, Filsa, Tania, dan Enni meminta maaf kepadaku. Aku sangat senang mendengar permintaan maaf dari mereka, karena sebenarnya aku juga tidak menyukai permusuhan dan kesalahpahaman. Terlebih lagi jika itu tentang kemarahanku. Yaa dan aku sangat merindukan saat-saat bersama mereka.
Setelah semua kejadian itu, aku sadar bahwa kita bukan sahabat, kita sekedar teman biasa seperti yang pernah diucapkan Anna, dan Kita akrab hanya karena kita teman sekelas.
~ TAMAT ~
0 Comments